Kamis, 20 September 2012

quotes today (adab pada pemimpin)



MENGHADAPI PEMIMPIN YANG DZALIM

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” [QS. Al-Anfaal : 27].

peringatan yang sangat keras bagi para pemimpin yang menyia-nyiakan amanah Allah dalam mengurus rakyatnya :


“Tidak ada seorang hamba pun yang mendapat amanah dari Allah untuk memimpin rakyat, lantas ia meninggal pada hari meninggalnya dimana keadaan mengkhianati rakyatnya kecuali Allah telah mengharamkan atasnya surga” [HR. Al-Bukhari no. 7150 dan Muslim no. 142].
gimana kalo pemimpin dzalim?

Sikap pertama 

“Sesungguhnya kalian nanti akan menemui atsarah (yaitu : pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat – Pen’). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di haudl”  [HR. Al-Bukhari no. 7057 dan Muslim no. 1845].
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah:


“Di dalam (hadits) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang yang dhalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan (perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah) dengan sungguh-sungguh lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala supaya Dia menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah memperbaikinya (kembali taat kepada Allah meninggalkan kedhalimannya)” [Syarh Shahih Muslim lin-Nawawi, 12/232].

Sikap kedua : menasehati (caranya) :
“Barangsiapa yang ingin menasihati sulthan (pemimpin kaum muslimin) tentang satu perkara, maka janganlah ia menampakkannya secara terang-terangan. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangannya secara menyendiri (untuk menyampaikan nasihat).Bila sulthan tersebut mau mendengar nasihat tersebut, maka itu yang terbaik. Dan bila sulthan tersebut enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia (si penasihat) telah melaksanakan kewajibannya yang dibebankan kepadanya” [HR. Ahmad no. 15369, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah no. 1096-1098, dan Al-Hakim no. 5269; shahih lighairihi].

 Usamah bin Zaid radliyallaahu ‘anhu ketika banyak kaum muslimin terpengaruh hembusan fitnah kaum munafikin pada masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affanradliyallaahu ‘anhu, dimana beliau dan para pejabat yang mendampinginya dituduh telah banyak melakukan penyelewengan


Dari Usamah bin Zaid radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Seseorang berkata kepadanya : “Apakah engkau tidak menemui ‘Utsman (bin ‘Affan) dan menasihatinya ?”. Maka Usamah menjawab : “Apakah engkau memandang bahwa aku tidak menasihatinya kecuali aku perdengarkan di hadapanmu ? Demi Allah, sungguh aku telah menasihatinya dengan empat mata. Sebab aku tidak akan membuka perkara (fitnah) dimana aku tidak menyukai jikalau aku adalah orang pertama yang membukanya” [HR. Al-Bukhari no. 7098 dan Muslim no. 2989].
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah :


“Akan tetapi, barangsiapa yang mengetahui kesalahan seorang imam (penguasa) dalam sebagian permasalahan, sudah selayaknya menasihati tanpa mempermalukannya di hadapan khalayak umum. Namun caranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits : “Hendaklah ia mengambil tangan penguasa itu dan mengajak berduaan dengannya, mencurahkan nasihat kepadanya, dan tidak menghinakan penguasa Allah”. Telah kami paparkan diawal buku As-Siyar bahwa tidak boleh memberontak kepada imam-imam (pemerintah) kaum muslimin walaupun mereka sampai berbuat kedhaliman apapunselama mereka menegakkan shalat dan tidak nampak kekufuran yang nyata dari mereka. Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan makna seperti ini adalah mutawatir. Namun wajib bagi orang yang dipimpin untuk mentaati imam dalam ketaatan kepada Allah dan mendurhakainya bila ia mengajak bermaksiat kepada Allah. Sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq” [As-Sailul-Jarar, hal. 965; Daar Ibni Hazm, Cet. 1].

Kesimpulan : Bila kita mendapatkan penguasa melakukan kemaksiatan – baik yang berhubungan dengan pribadi maupun urusan rakyatnya – maka kita diperintahkan untuk bersabar, mendengar dan taat (dalam hal yang ma’ruf), serta dilarang mencela mereka (baik dilakukan di mimbar-mimbar, buku-buku, buletin, majalah, radio, atau media-media lainnya). 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang mencela penguasa/pemimpin secara khusus dalam haditsnya yang shahih. Hal itu hanyalah akan menimbulkan fitnah. 


Kebenaran harus kita tegakkan tanpa merendahkan kedudukan pemimpin/penguasa di mata umat. Mendengar dan taat kepada penguasa yang dhalim/jahat bukan berarti ridla dengan kemaksiatan yang ia lakukan. Apabila seseorang ingin menasihati seorang pemimpin/penguasa terkait dengan kemaslahatan kaum muslimin, maka hendaknya ia lakukan secara pribadi (empat mata). Itulah petunjuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang banyak ditinggalkan oleh sebagian kaum muslimin. Hendaknya kita senantiasa berdoa kepada Allah agar Dia memberikan petunjuk kepada para pemimpin kita untuk selalu kembali pada kebenaran dan istiqamah di atasnya. Penguasa pada hakekatnya merupakan perwujudan kondisi umat. Bila umat masih bergelimang dalam kesyirikan, bid’ah, dan maksiat ; maka terangkatlah seorang pemimpin yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan mereka. Sangat sulit membayangkan terwujudnya kepemimpinan ala Abu Bakar Ash-Shiddiq jika umat masih dalam keadaan seperti ini. Ini merupakan bagian dari ujian Allah kepada kita. Siapa yang mengikuti petunjuk Nabi, maka ia akan selamat ; dan siapa yang menyimpang darinya, maka ia akan binasa. Wallaahu a’lam.


sumber : blognya abul-jauzaa, yufid, dan beberapa site sunnah lain 

0 komentar: